Iman Sebelum Quran



Teman, kata ini bukanlah sekedar kata biasa. Tapi ini realitas, berdasarkan pengalaman, dari 2 bocah kecil yang menjadi guru kehidupan saya, bahwa menanamkan iman dulu sebelum mengajarkan Qur'an akan lebih berbekas dan memudahkan kita dalam mengajarkan tugas mereka selanjutnya. Bukankah tugas manusia ini sebagai khalifah di bumi? Satu kata berjuta makna jika kita menelaah maksudnya. Dan menghafal Qur'an ini adalah sebagian dari tanggung jawab tersebut, bukan tujuan utama manusia di bumi.

Saya tekankan dulu. Bahwa semua ada urutannya, fasenya, tidak ujug-ujug bisa segalanya. Termasuk dalam mendidik anak ini, ada urutannya.

Saya yang dulunya berpikir bukannya semakin baik mengajarkan Qur'an dari kecil ke anak-anak memilih memasukkan anak-anak untuk sekolah di sekolah Qur'an, dengan harapan anak menjadi hafidz Qur'an, tanpa memahami betul makna kata hafidz tersebut, dengan target hafalan yang masyaAllah dan tentunya keseharian bersama Qur'an yang padat. Masuk (dulu) dari setengah 6 sampe setengah 12. Ada rasa bangga saat anak saya sudah setor 5, 7, 9 juz. Demikian pula pada adeknya, ada rasa penasaran kenapa tak semulus seperti abangnya. 

Saya yang seolah dikejar target kuantitas, makin lama makin banyak dan menguras energi. Ke belakang, yang kurasa adalah anak ini semakin tidak enjoy dan ada perasaan mengganggu dalam hati. Apakah tepat keputusanku menaruh anak di situ.
Satu contoh sederhana, kami mulai banyak cekcok untuk urusan mengaji ini. Bagiku ya, semoga yang lain tak merasakannya, seolah melupakan fungsi awal tadi dan lupa tugas utama manusia di bumi, jadi ketika tidak bisa menghafal Qur'an jadi underestimate sendiri. Hingga akhirnya kuputuskan untuk memindahkan sekolah abangnya, dengan capaian hafalan yang lumayan banyak, secara kuantitatif bukan kualitatif apalagi aplikatif. Di sekolah baru,ada guncangan lagi, setor hafalan lagi dari juz 30 yang pernah disetor tidak semudah di sekolah lama ternyata, ada standar yang lebi tinggi, tapi ada yang lebih penting dari itu, iman dulu baru Qur'an. Ya ibarat reset ulang, di sini aku belajar lagi, bahwa ketika anak tidak paham kenapa dia harus menghafal dia tidak akan antusias, beda halnya ketika dia tau apa yang dia pelajari, apa yang dia hafal, untuk apa dia menghafal, bagaimana adab terhadap Qur'an, di sini saya merasa dia menghafal Al-Qur'an itu karena dia butuh, dia perlu dan dia bergerak sendiri tanpa disuruh. 
Iman itu percaya, menyakini dalam hati dan dibuktikan dengan perbuatan, dan benar, rasanya ketika sudah tumbuh benih cinta keimanan itu, lebih mudah mengarahkan ananda untuk kembali ke rel jika dia mulai kendor, tak perlu ngegas dan tak perlu stres sendiri emaknya karena beban hafalan yang banyak, hehe.
#bundacekatan#kelaskepompong #tantangan30hari#institutibuprofesional 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gajah Abrahah

Fitrah Based Education

Umar