Memungut Ide
Dalam setiap tulisan, ide menjadi sesuatu yang sangat vital. Tanpanya, sebuah tulisan mungkin hanya akan menjadi kumpulan kalimat yang tidak jelas arahnya. Dengan demikian, ide juga dapat menjadi pemandu tulisan.
Sebagai penulis pemula, sering kali kita terjebak untuk memikirkan ide yang hebat-hebat. Kita cenderung berpikir untuk menarik perhatian pembaca melalui tulisan yang hendak kita kerjakan tersebut. Kita lupa bahwa semua yang ada di sekitar kita dapat menjadi ide. Karena ingin menulis sesuatu yang luar biasa, akhirnya kita cenderung mengabaikan hal-hal kecil, hal-hal biasa yang sebenarnya bisa memberi nilai tersendiri bagi tulisan kita.
Sebenarnya, kita tidak perlu bersusah-susah mencari ide. Ide ada di sekitar kita. Ide siap untuk diambil. Ide ada dan siap diolah serta dikembangkan. Biasanya, saya akan mendapatkan ide untuk menulis ketika berbincang-bincang dengan sahabat saya. Tidak peduli apakah topiknya berat atau ringan, bila merasa menarik dan baik untuk dikembangkan, biasanya akan saya lanjutkan. Dengan kata lain, tak jarang dari obrolan "ngalor-ngidul" saya bisa mendapatkan ide.
Referensi sebagai Pendukung Ide
Kalau ide ada di mana saja dan siap diambil, berarti yang perlu kita lakukan adalah mengolahnya. Lalu bagaimana mengolahnya? Sebagaimana mengolah masakan, kita memerlukan sejumlah bahan agar tulisan kita bernilai. Artinya, untuk menghasilkan sebuah tulisan, tidak cukup hanya dengan ide.
Ide yang ada perlu dikembangkan. Untuk itu, kita memerlukan referensi yang dapat memperkaya tulisan kita. Kita memerlukan buku, majalah, surat kabar, jurnal, dan sumber-sumber lain yang akan memperkaya pengembangan ide tersebut. Semua bahan yang dianggap mendukung ide pokok kita perlu kita baca.
Karya-karya tulis seperti makalah, skripsi, tesis, dan disertasi merupakan tulisan yang memerlukan referensi. Keakuratan data dan sumber acuan sangat dibutuhkan untuk mendukung apa yang hendak dikemukakan. Pandangan-pandangan para ahli terkait dengan apa yang kita tulis juga mutlak diperlukan. Tanpa referensi, karya ilmiah tersebut akan dituduh sebagai karya fiksi belaka. Selain karya tulis tersebut, opini juga menjadi jenis tulisan yang memerlukan referensi.
Apakah hanya karya-karya tulis seperti makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan opini saja yang memerlukan referensi? Bagaimana dengan fiksi? Perlukan mencari referensi?
Kebutuhan akan referensi sebagai pengembang ide tampaknya menjadi kebutuhan yang mutlak bagi semua jenis tulisan. Referensi justru akan memperkaya sebuah tulisan, sehingga dapat menghasilkan tulisan yang terkesan nyata.
Sumber Referensi
Memang benar bahwa menulis dan membaca merupakan dua hal yang berjalan beriring. Namun ternyata, referensi tidak hanya bersumber dari bahan- bahan cetak belaka. Apalagi sekarang kita sudah berada di zaman yang sedemikian maju sehingga kita dapat menikmati bahan-bahan berbentuk audio-video. Bahan-bahan audio-video itu dapat kita nikmati setiap hari dari rumah kita, baik melalui radio, televisi, maupun internet.
Erskine Caldwell dalam bukunya, "Perjalanan Sang Penulis" menyebutkan bahwa dalam setahun ia hanya membaca sekitar enam buku saja. Malahan ia lebih memilih untuk menulis ketimbang membaca. Meskipun demikian, ia dapat menghasilkan begitu banyak tulisan.
Kalau Caldwell lebih senang menulis daripada membaca, dari manakah ia mendapatkan referensi untuk tulisannya? Dari buku yang sama, kita dapat membaca bagaimana ia cenderung melakukan perjalanan ke daerah- daerah tertentu dan memutuskan untuk menetap sementara waktu sambil berusaha untuk menghasilkan tulisan yang dapat memuaskan hatinya. Perjalanan dan lingkungan yang ada di sekitarnya itulah yang ia gunakan sebagai referensi tulisannya. Hal ini terlihat dari karya- karyanya yang banyak berlatarkan daerah Selatan Amerika Serikat.
Dengan demikian, tampaknya sebagaimana ide, kita juga dapat mendapatkan referensi di berbagai sumber yang ada di sekitar kita. Selain dari media cetak dan elektronik, ternyata kita bisa mendapatkan referensi dari lingkungan sekitar kita, tentunya termasuk lingkungan masa lalu kita.
Permasalahan selanjutnya ialah mengolah semua itu menjadi suatu kesatuan yang utuh. Untuk itu, kita perlu bekerja lebih keras lagi. Dan salah satunya ialah dengan membiasakan diri menulis secara teratur.
Dalam setiap tulisan, ide menjadi sesuatu yang sangat vital. Tanpanya, sebuah tulisan mungkin hanya akan menjadi kumpulan kalimat yang tidak jelas arahnya. Dengan demikian, ide juga dapat menjadi pemandu tulisan.
Sebagai penulis pemula, sering kali kita terjebak untuk memikirkan ide yang hebat-hebat. Kita cenderung berpikir untuk menarik perhatian pembaca melalui tulisan yang hendak kita kerjakan tersebut. Kita lupa bahwa semua yang ada di sekitar kita dapat menjadi ide. Karena ingin menulis sesuatu yang luar biasa, akhirnya kita cenderung mengabaikan hal-hal kecil, hal-hal biasa yang sebenarnya bisa memberi nilai tersendiri bagi tulisan kita.
Sebenarnya, kita tidak perlu bersusah-susah mencari ide. Ide ada di sekitar kita. Ide siap untuk diambil. Ide ada dan siap diolah serta dikembangkan. Biasanya, saya akan mendapatkan ide untuk menulis ketika berbincang-bincang dengan sahabat saya. Tidak peduli apakah topiknya berat atau ringan, bila merasa menarik dan baik untuk dikembangkan, biasanya akan saya lanjutkan. Dengan kata lain, tak jarang dari obrolan "ngalor-ngidul" saya bisa mendapatkan ide.
Referensi sebagai Pendukung Ide
Kalau ide ada di mana saja dan siap diambil, berarti yang perlu kita lakukan adalah mengolahnya. Lalu bagaimana mengolahnya? Sebagaimana mengolah masakan, kita memerlukan sejumlah bahan agar tulisan kita bernilai. Artinya, untuk menghasilkan sebuah tulisan, tidak cukup hanya dengan ide.
Ide yang ada perlu dikembangkan. Untuk itu, kita memerlukan referensi yang dapat memperkaya tulisan kita. Kita memerlukan buku, majalah, surat kabar, jurnal, dan sumber-sumber lain yang akan memperkaya pengembangan ide tersebut. Semua bahan yang dianggap mendukung ide pokok kita perlu kita baca.
Karya-karya tulis seperti makalah, skripsi, tesis, dan disertasi merupakan tulisan yang memerlukan referensi. Keakuratan data dan sumber acuan sangat dibutuhkan untuk mendukung apa yang hendak dikemukakan. Pandangan-pandangan para ahli terkait dengan apa yang kita tulis juga mutlak diperlukan. Tanpa referensi, karya ilmiah tersebut akan dituduh sebagai karya fiksi belaka. Selain karya tulis tersebut, opini juga menjadi jenis tulisan yang memerlukan referensi.
Apakah hanya karya-karya tulis seperti makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan opini saja yang memerlukan referensi? Bagaimana dengan fiksi? Perlukan mencari referensi?
Kebutuhan akan referensi sebagai pengembang ide tampaknya menjadi kebutuhan yang mutlak bagi semua jenis tulisan. Referensi justru akan memperkaya sebuah tulisan, sehingga dapat menghasilkan tulisan yang terkesan nyata.
Sumber Referensi
Memang benar bahwa menulis dan membaca merupakan dua hal yang berjalan beriring. Namun ternyata, referensi tidak hanya bersumber dari bahan- bahan cetak belaka. Apalagi sekarang kita sudah berada di zaman yang sedemikian maju sehingga kita dapat menikmati bahan-bahan berbentuk audio-video. Bahan-bahan audio-video itu dapat kita nikmati setiap hari dari rumah kita, baik melalui radio, televisi, maupun internet.
Erskine Caldwell dalam bukunya, "Perjalanan Sang Penulis" menyebutkan bahwa dalam setahun ia hanya membaca sekitar enam buku saja. Malahan ia lebih memilih untuk menulis ketimbang membaca. Meskipun demikian, ia dapat menghasilkan begitu banyak tulisan.
Kalau Caldwell lebih senang menulis daripada membaca, dari manakah ia mendapatkan referensi untuk tulisannya? Dari buku yang sama, kita dapat membaca bagaimana ia cenderung melakukan perjalanan ke daerah- daerah tertentu dan memutuskan untuk menetap sementara waktu sambil berusaha untuk menghasilkan tulisan yang dapat memuaskan hatinya. Perjalanan dan lingkungan yang ada di sekitarnya itulah yang ia gunakan sebagai referensi tulisannya. Hal ini terlihat dari karya- karyanya yang banyak berlatarkan daerah Selatan Amerika Serikat.
Dengan demikian, tampaknya sebagaimana ide, kita juga dapat mendapatkan referensi di berbagai sumber yang ada di sekitar kita. Selain dari media cetak dan elektronik, ternyata kita bisa mendapatkan referensi dari lingkungan sekitar kita, tentunya termasuk lingkungan masa lalu kita.
Permasalahan selanjutnya ialah mengolah semua itu menjadi suatu kesatuan yang utuh. Untuk itu, kita perlu bekerja lebih keras lagi. Dan salah satunya ialah dengan membiasakan diri menulis secara teratur.
Komentar
Posting Komentar