thanks for the ticket
tulisan untuk temanku, thanks atas tiket perjalanannya sehingga saya bangga mengaku mahasiswa : )
Mimpi. Satu kata yang cukup sederhana namun tak dimiliki semua orang. Bahkan, beberapa orang takut untuk “bermimpi”, termasuk saya mungkin, namun itu dulu, sekarang?? Mimpi adalah peta hidupku.
Keterbatasan, hal inilah yang biasanya menjadi penghalang bagi seseorang untuk berani bermimpi. Namun, jika kau adalah seorang yang berjiwa ksatria, kau tidak akan berhenti dan mundur dari peperangan hanya karena keterbatasan. Karena sejatinya, seseorang yang menyadari bahwa dirinya dekat dengan kegagalan, Allah telah membuka jalan keluar baginya, wallahu’alam.
Sahabat, semoga apa yang saya tulis ini, nantinya bisa menjadi penyemangat bagi kalian untuk terus berkiprah, memulai hal besar dari hal yang sederhana, memulai kenyataan dari sebuah mimpi, dan memulai membangun itu semua dari diri kita pribadi.
Mei Yunlusi, hanyalah seorang anak penjual gerabah di pasar sayur Magetan, bapaknya pun juga bukan konglomerat, pengrajin sabuk kulit di Magetan. Dengan jumlah anak yang ya bisa dibilang banyak untuk masa milenium sekarang, dan ekonomi keluarga yang seadanya, setidaknya Bapak dan Ibu bisa berjalan tegap, karena hanya Mei Yunlusi Irawati, seorang putra desa yang berani mengambil resiko kuliah di saat teman – teman sebayanya lebih memilih kerja dan bahkan menikah. Dulu sekali ketika saya memutuskan untuk kuliah, banyak tetangga-tetanggaku menyangsikan, tak tanggung – tanggung, mereka bilang di hadapanku, “Anake tukang sabuk ae wani kuliah, deloken lak medhot dalan, mergo ra duwe dhuwit”, dan tragisnya kata – kata itu beliau ucapkan di depanku dan bapakku saat aku pamit mau berangkat ke Surabaya ke beliau karena sudah bapak anggap sebagai sesepuh desa. Hiks, sesak, apalagi aku nangisan, nangislah di dalam bis, di bangku paling depan sebelah kiri, saya yang berangkat sendirian ke Surabaya, kata – kata itu terngiang, iya gimana ya kalau bener kayak gitu, keluargaku kan gak punya uang, dan sejumlah fikiran buruk lainnya. Tapi saya ingat percakapan di samping BK dengan teman saya, tidak plek seperti ini, tapi garis besarnyalah, “Tenang saja, Allah akan menitipkan hartamu di tangan – tangan pengusaha yang sudah menantimu di luar sana, dan aku melihat kau akan jadi orang besar, orang besar ujiannya juga besar, masak hanya gara – gara uang saja nyerah, kamu tahu kan perjalananku, sepertinya lebih berat daripada sekedar masalah uang, ayo semangat, kuliah, kita buktikan bahwa kita mampu menjadi orang besar.” Kuhela nafas, satu kata yang terucap dalam hatiku, optimis, skenario Allah untukmu indah Mee. Aku menyeka airmata yang mengalir dari mataku yang sudah memerah, malu juga rasanya, mahasiswa kok cengeng, di kendaraan umum lagi, sampai – sampai, kondektur bis SK tersebut membelikan tisu seharga seribuan untukku, haaa, malu – maluin banget. : )(tapi tetep sih nangisan sampai sekarang^^v)
Sampai di wilayah Kertosono, HPku berdering, sebuah panggilan dari Pak Osman Khadafi, murrobi ikhwan di SMAku dulu, bingung juga ada apa batinku, kemudian kuangkat si hitam mungilku, motorolla c13 yang sudah kumusiumkan.
“Assalamualaikum, ukhti Mei”
“waalaikumsalam,iya, afwan kenapa pak?”
“gini ukh, alhamdulillah uang beasiswanya sudah cair, tapi ada satu hal yang pengen ana sampaikan.”
“alhamdulillah”, lega rasanya, karena aku daftar ulang jual motor butut bapak
“gini ukh, ukhti mei kan sudah daftar ulang ya, kemarin pakai uangnya siapa ukh?”
“iya pak, pake uangnya bapak.”
“kalo misalnya, uang ini, ana pinjam dulu, untuk biaya daftar ulang temen antum yang lain, gimana? Nanti insyaAllah kita carikan ganti. Tapi untuk daftar ulang temen antum ni sangat mendesak, gimana ukh?”
“iya gak papa pak, monggo, tapi afwan kalo boleh tau, siapa pak, bukannya temen – temen sudah daftar ulang semua?”
“belum ukh, ada satu ikhwan yang belum daftar ulang, biaya daftar ulangnya 7jutaan, sedangkan sampai sekarang hanya 1,5juta ini yang ada, ikhlas ya ukh?”
Saya jadi berpikir, ikhwan, siapa, lama gitu terdiam di seberang telpon, padahal pak Oesman sudah memanggil – manggil dari tadi hanya untuk memastikan, boleh atau tidak. Kemudian pak Oesman bilang ikhwah di Malang sudah mulai dihubungi, tapi sampai sekarang belum ada hasil, ya Allah, ternyata yang terhambat daftar ulangnya temanku yang memberiku kuliah singkat tentang keberanian bermimpi, dengan sigap kujawab, “iya pak”, haa, baru saja menyeka air mata, mengalir lagi deh, kondektur bis itu bertanya padaku, “diputus pacare to mbak? Jan arek nom saiki, nek wes urusan cinta, yo ngene ki, makane gak usah pacaran disik, wong sek cilik, SMP ngendi to?” Gak terima sebenarnya, tapi malas menjawab, orang calon maba, dibilang SMP, jangan mentang – mentang saya masih imut, ihhh..
Setelah urusanku di Surabaya selesai, aku kembali pulang ke Magetan, karena agenda saat itu hanya mengurus administrasi saja.
Hari Jumat, aku ingat betul, pagi sekali pak Oesman datang ke rumahku bercerita tentang siswa – siswa yang dimentoringi beliau, semangat mereka dan keberhasilan merek lolos tes SNMPTN, ada juga yang sudah bimbel tapi gak lolos tes, cerita pengalaman kuliah beliau sampai akhirnya jadi ketua SKI di FKG Unair, bahkan pernikahannya dengan mbak Ellly, ujung-ujungnya setelah pengantar yang panjang tadi, kembali menanyakan tentang keikhlasan keluargaku terhadap uang itu, padahal saya sudah bilang ikhlas, masih saja dipastikan lagi, beliau bilang, sekarang temanku itu sudah sampai di Jombang, bagai menunggu gol Indonesia bersarang di gawang Malaysia saja, dari jauh kami memantau tentang proses daftar ulang yang mendebarkan itu, sebelum pak Oesman pamit untuk Jumatan dan mengisi halaqoh, sekitar jam 2, pak oesman kembali memberi kabar bahwa surat penangguhan pembayaran daftar ulang teman saya tersebut ditolak, padahal sejam lagi daftar ulang mau ditutup, hanya karena masalah biaya daftar ulang yang kurang, haruskah ia kembali pulang dengan tangan hampa, oh no!! keajaiban akan skenario Allah, saya tak tahu kejadian pastinya seperti apa, sore hari, sekitar jam setengah 7an, pak Oesman kembali menghubungiku sembari berkata, “alhamdulillah ukhti, semuanya sudah beres, daftar ulangnya sukses, dimudahkan oleh Allah”, fyuh, senyum plus airmata. Kuliah juga. Bangga sekali melihat beliaunya jadi presiden sekarang, : 0
(banyak banget adegan menangisku ya, : ))
_Overview to Mei_
Sebelumnya tak pernah menyangka bahwa saya bisa mencoret mimpi-mimpi saya satu persatu. Mulai dari beasiswa full scholarship, yang diberikan Alah melalui mbak Saesa, sehingga kata salah seorang teman, “Mei yang akan membiayai kuliahnya sendiri” terwujud, kemudian mimpi naik pesawat, keluar negeri, presentasi karya tulis di hadapan internasional, hingga award the youngest presenter saya dapatkan hanya bermodal 15 halaman saja. Itu semua berawal dari mimpi, terjawab sudah, gak rugi kuliah, hehe. Sebuah batu pijakan untuk menjadi orang besar. Tanganku sudah tak sabar mencoret mimpi beli laptop, semester 5, tapi ada – ada saja, uang tabunganku yang kuhitung bisa cukup untuk membelinya semester ini, padahal sudah mau berakhir, kesedot untuk biaya ke Malaysia kemarin, karena dana delegasi yang kita dapat hanya dari dekanat dan ikoma, selain itu telpon dari bapak, “adhekmu bayar uang gedung, blablabla, pake Cuma duwe celengan sakmene, celenganmu iso disilih sik pora” tak apalah, opportunity cost, Allah akan menggantinya: )
Meskipun tidak semua mimpi saya terwujud, karena telah habis masa berlakunya, namun hal tersebut justru memacu saya untuk terus berkreasi, karena Allah paham betul bahwa mungkin jika Dia memberikan semua mimpi-mimpi tersebut ke saya, hal tersebut bisa melenakan. Nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan? Dengan tegas saya menjawab “tidak ada”. Karena sesungguhnya Allah menyesuaikan ujian itu sesuai kemampuan hambaNya, tidak akan mungkin Allah menguji hambaNya diluar batas kemampuan hambaNya, dan itulah yang saya buktikan. Dan itu semua adalah nikmat yang tak terkira, karena, subhanallah, Dia mendatangkan nikmat itu semua dari tempat yang tak kusangka – sangka. Dan untuk itulah saya menulis ini, say thanks a lot for all of you, (afwan jika terlalu vulgar penyebutan tokohnya, sengaja, cz paling kalo pake sindiran gak nyadar2 kalo aku bilang terimakasih, hehe, gak berani ngomong juga sekarang kalo ketemu, entahlah, seperti dibungkam malaikat, demam rek, buktinya abis pulang langsung sakit, piss), hanya untuk teman – teman terdekat aku sampaikan ini, agar kalian juga menyampaikannya pada teman- teman terdekat yang lain, bermimpilah, selagi kau mampu bermimpi, dan yang mungkin, diberi rizki oleh Allah berlebih, monggo dimanfaatkan sebaik-baiknya ya, kuliahya kuliah, tenanan rek, (koyo’ aku iyo ae). The last, skenario Allah benar – benar indah, dan biar orang mau bilang aku nangisan, toh nangisnya beralasan, daripada jadi orang yang terlalu sombong untuk menangis, lalu untuk apa air mata dicipta, hehehe, pembelaan, selamat bermimpi kawan, dan nikmati skenario Allah untukmu
Mimpi. Satu kata yang cukup sederhana namun tak dimiliki semua orang. Bahkan, beberapa orang takut untuk “bermimpi”, termasuk saya mungkin, namun itu dulu, sekarang?? Mimpi adalah peta hidupku.
Keterbatasan, hal inilah yang biasanya menjadi penghalang bagi seseorang untuk berani bermimpi. Namun, jika kau adalah seorang yang berjiwa ksatria, kau tidak akan berhenti dan mundur dari peperangan hanya karena keterbatasan. Karena sejatinya, seseorang yang menyadari bahwa dirinya dekat dengan kegagalan, Allah telah membuka jalan keluar baginya, wallahu’alam.
Sahabat, semoga apa yang saya tulis ini, nantinya bisa menjadi penyemangat bagi kalian untuk terus berkiprah, memulai hal besar dari hal yang sederhana, memulai kenyataan dari sebuah mimpi, dan memulai membangun itu semua dari diri kita pribadi.
Mei Yunlusi, hanyalah seorang anak penjual gerabah di pasar sayur Magetan, bapaknya pun juga bukan konglomerat, pengrajin sabuk kulit di Magetan. Dengan jumlah anak yang ya bisa dibilang banyak untuk masa milenium sekarang, dan ekonomi keluarga yang seadanya, setidaknya Bapak dan Ibu bisa berjalan tegap, karena hanya Mei Yunlusi Irawati, seorang putra desa yang berani mengambil resiko kuliah di saat teman – teman sebayanya lebih memilih kerja dan bahkan menikah. Dulu sekali ketika saya memutuskan untuk kuliah, banyak tetangga-tetanggaku menyangsikan, tak tanggung – tanggung, mereka bilang di hadapanku, “Anake tukang sabuk ae wani kuliah, deloken lak medhot dalan, mergo ra duwe dhuwit”, dan tragisnya kata – kata itu beliau ucapkan di depanku dan bapakku saat aku pamit mau berangkat ke Surabaya ke beliau karena sudah bapak anggap sebagai sesepuh desa. Hiks, sesak, apalagi aku nangisan, nangislah di dalam bis, di bangku paling depan sebelah kiri, saya yang berangkat sendirian ke Surabaya, kata – kata itu terngiang, iya gimana ya kalau bener kayak gitu, keluargaku kan gak punya uang, dan sejumlah fikiran buruk lainnya. Tapi saya ingat percakapan di samping BK dengan teman saya, tidak plek seperti ini, tapi garis besarnyalah, “Tenang saja, Allah akan menitipkan hartamu di tangan – tangan pengusaha yang sudah menantimu di luar sana, dan aku melihat kau akan jadi orang besar, orang besar ujiannya juga besar, masak hanya gara – gara uang saja nyerah, kamu tahu kan perjalananku, sepertinya lebih berat daripada sekedar masalah uang, ayo semangat, kuliah, kita buktikan bahwa kita mampu menjadi orang besar.” Kuhela nafas, satu kata yang terucap dalam hatiku, optimis, skenario Allah untukmu indah Mee. Aku menyeka airmata yang mengalir dari mataku yang sudah memerah, malu juga rasanya, mahasiswa kok cengeng, di kendaraan umum lagi, sampai – sampai, kondektur bis SK tersebut membelikan tisu seharga seribuan untukku, haaa, malu – maluin banget. : )(tapi tetep sih nangisan sampai sekarang^^v)
Sampai di wilayah Kertosono, HPku berdering, sebuah panggilan dari Pak Osman Khadafi, murrobi ikhwan di SMAku dulu, bingung juga ada apa batinku, kemudian kuangkat si hitam mungilku, motorolla c13 yang sudah kumusiumkan.
“Assalamualaikum, ukhti Mei”
“waalaikumsalam,iya, afwan kenapa pak?”
“gini ukh, alhamdulillah uang beasiswanya sudah cair, tapi ada satu hal yang pengen ana sampaikan.”
“alhamdulillah”, lega rasanya, karena aku daftar ulang jual motor butut bapak
“gini ukh, ukhti mei kan sudah daftar ulang ya, kemarin pakai uangnya siapa ukh?”
“iya pak, pake uangnya bapak.”
“kalo misalnya, uang ini, ana pinjam dulu, untuk biaya daftar ulang temen antum yang lain, gimana? Nanti insyaAllah kita carikan ganti. Tapi untuk daftar ulang temen antum ni sangat mendesak, gimana ukh?”
“iya gak papa pak, monggo, tapi afwan kalo boleh tau, siapa pak, bukannya temen – temen sudah daftar ulang semua?”
“belum ukh, ada satu ikhwan yang belum daftar ulang, biaya daftar ulangnya 7jutaan, sedangkan sampai sekarang hanya 1,5juta ini yang ada, ikhlas ya ukh?”
Saya jadi berpikir, ikhwan, siapa, lama gitu terdiam di seberang telpon, padahal pak Oesman sudah memanggil – manggil dari tadi hanya untuk memastikan, boleh atau tidak. Kemudian pak Oesman bilang ikhwah di Malang sudah mulai dihubungi, tapi sampai sekarang belum ada hasil, ya Allah, ternyata yang terhambat daftar ulangnya temanku yang memberiku kuliah singkat tentang keberanian bermimpi, dengan sigap kujawab, “iya pak”, haa, baru saja menyeka air mata, mengalir lagi deh, kondektur bis itu bertanya padaku, “diputus pacare to mbak? Jan arek nom saiki, nek wes urusan cinta, yo ngene ki, makane gak usah pacaran disik, wong sek cilik, SMP ngendi to?” Gak terima sebenarnya, tapi malas menjawab, orang calon maba, dibilang SMP, jangan mentang – mentang saya masih imut, ihhh..
Setelah urusanku di Surabaya selesai, aku kembali pulang ke Magetan, karena agenda saat itu hanya mengurus administrasi saja.
Hari Jumat, aku ingat betul, pagi sekali pak Oesman datang ke rumahku bercerita tentang siswa – siswa yang dimentoringi beliau, semangat mereka dan keberhasilan merek lolos tes SNMPTN, ada juga yang sudah bimbel tapi gak lolos tes, cerita pengalaman kuliah beliau sampai akhirnya jadi ketua SKI di FKG Unair, bahkan pernikahannya dengan mbak Ellly, ujung-ujungnya setelah pengantar yang panjang tadi, kembali menanyakan tentang keikhlasan keluargaku terhadap uang itu, padahal saya sudah bilang ikhlas, masih saja dipastikan lagi, beliau bilang, sekarang temanku itu sudah sampai di Jombang, bagai menunggu gol Indonesia bersarang di gawang Malaysia saja, dari jauh kami memantau tentang proses daftar ulang yang mendebarkan itu, sebelum pak Oesman pamit untuk Jumatan dan mengisi halaqoh, sekitar jam 2, pak oesman kembali memberi kabar bahwa surat penangguhan pembayaran daftar ulang teman saya tersebut ditolak, padahal sejam lagi daftar ulang mau ditutup, hanya karena masalah biaya daftar ulang yang kurang, haruskah ia kembali pulang dengan tangan hampa, oh no!! keajaiban akan skenario Allah, saya tak tahu kejadian pastinya seperti apa, sore hari, sekitar jam setengah 7an, pak Oesman kembali menghubungiku sembari berkata, “alhamdulillah ukhti, semuanya sudah beres, daftar ulangnya sukses, dimudahkan oleh Allah”, fyuh, senyum plus airmata. Kuliah juga. Bangga sekali melihat beliaunya jadi presiden sekarang, : 0
(banyak banget adegan menangisku ya, : ))
_Overview to Mei_
Sebelumnya tak pernah menyangka bahwa saya bisa mencoret mimpi-mimpi saya satu persatu. Mulai dari beasiswa full scholarship, yang diberikan Alah melalui mbak Saesa, sehingga kata salah seorang teman, “Mei yang akan membiayai kuliahnya sendiri” terwujud, kemudian mimpi naik pesawat, keluar negeri, presentasi karya tulis di hadapan internasional, hingga award the youngest presenter saya dapatkan hanya bermodal 15 halaman saja. Itu semua berawal dari mimpi, terjawab sudah, gak rugi kuliah, hehe. Sebuah batu pijakan untuk menjadi orang besar. Tanganku sudah tak sabar mencoret mimpi beli laptop, semester 5, tapi ada – ada saja, uang tabunganku yang kuhitung bisa cukup untuk membelinya semester ini, padahal sudah mau berakhir, kesedot untuk biaya ke Malaysia kemarin, karena dana delegasi yang kita dapat hanya dari dekanat dan ikoma, selain itu telpon dari bapak, “adhekmu bayar uang gedung, blablabla, pake Cuma duwe celengan sakmene, celenganmu iso disilih sik pora” tak apalah, opportunity cost, Allah akan menggantinya: )
Meskipun tidak semua mimpi saya terwujud, karena telah habis masa berlakunya, namun hal tersebut justru memacu saya untuk terus berkreasi, karena Allah paham betul bahwa mungkin jika Dia memberikan semua mimpi-mimpi tersebut ke saya, hal tersebut bisa melenakan. Nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan? Dengan tegas saya menjawab “tidak ada”. Karena sesungguhnya Allah menyesuaikan ujian itu sesuai kemampuan hambaNya, tidak akan mungkin Allah menguji hambaNya diluar batas kemampuan hambaNya, dan itulah yang saya buktikan. Dan itu semua adalah nikmat yang tak terkira, karena, subhanallah, Dia mendatangkan nikmat itu semua dari tempat yang tak kusangka – sangka. Dan untuk itulah saya menulis ini, say thanks a lot for all of you, (afwan jika terlalu vulgar penyebutan tokohnya, sengaja, cz paling kalo pake sindiran gak nyadar2 kalo aku bilang terimakasih, hehe, gak berani ngomong juga sekarang kalo ketemu, entahlah, seperti dibungkam malaikat, demam rek, buktinya abis pulang langsung sakit, piss), hanya untuk teman – teman terdekat aku sampaikan ini, agar kalian juga menyampaikannya pada teman- teman terdekat yang lain, bermimpilah, selagi kau mampu bermimpi, dan yang mungkin, diberi rizki oleh Allah berlebih, monggo dimanfaatkan sebaik-baiknya ya, kuliahya kuliah, tenanan rek, (koyo’ aku iyo ae). The last, skenario Allah benar – benar indah, dan biar orang mau bilang aku nangisan, toh nangisnya beralasan, daripada jadi orang yang terlalu sombong untuk menangis, lalu untuk apa air mata dicipta, hehehe, pembelaan, selamat bermimpi kawan, dan nikmati skenario Allah untukmu
Komentar
Posting Komentar