GeJe
“Sahabat adalah penghibur di saat kita sedih dan motivator di saat kita lemah.”(Mei Yunlusi, 2011)
Entah karena perkembangan Islam yang mulai pesat atau karena mengejar “pasar” semata, banyak tayangan – tayangan berbau religi di televisi saat ini. Sebagai anak kontrakan yang mempraktikan teori “kebersamaan” maka azas satu untuk semua dan semua untuk satu pun mau tidak mau harus diikuti. Menyikapi tayangan berbau religi itu pun, ada masanya penghuni kontrakan kompak menyaksikan ketika Cinta Bertasbih, kemudian disusul Islam KTP, dan terakhir Pesantren dan Rock n Roll. Namun ada kalanya juga rebutan tayangan televisi, antara Cinta Fitri season 7, Putri Yang Ditukar, Islam KTP dan terkadang tayangan bola atau film Bolywood. Memang waktu bakda maghrib adalah  prime time untuk aktivis kampus macam mereka. Setelah sibuk seharian ngurus umat, bakda Maghrib adalah waktu santai dan rehat, meski sebagian masih sibuk nyeleb di kampus.
 Ada sebuah kisah menarik mengenai penghuni kontrakan GeJe, bukan gak jelas lho ya, tapi Griya Juang. Jika mengacu paragraf di atas, dilihat dari aktivitasnya nonton sinetron, mungkin Anda akan mengira itu kontrakan akhwat, tapi jangan salah, GeJe adalah kontrakan ikhwan salah satu universitas negeri di kota Pahlawan. Secara disengaja, kontrakan ini memang dikhususkan untuk para muharik dakwah, sebagai basecamp  para aktivis yang memiliki banyak fungsi, diantaranya adalah fungsi pengkaderan, penjagaan, penggemblengan ruhiyah dan fikriyah, dan sesuai namanya Griya Juang, yakni sebagai rumah dakwah dan pergerakan mahasiswa.
 Layaknya sebuah organisasi, kontrakan GeJe memiliki struktur pengurus kontrakan, aturan tertulis maupun tidak tertulis beserta sanksi bagi pelanggar aturan dan apresiasi bagi penghuni kontrakan yang berprestasi dengan penganugrahan GeJe Award tiap bulannya, dan so pasti proker kontrakan. Struktur yang ada meliputi direktur, sekretaris, bendahara dan beberapa manager, yakni manager kerohanian yang bertanggung jawab mengenai ustadz dan controller ruhiyah, manager rumah tangga yang bertanggung jawab mengatur jadwal piket dan keperluan properti kontrakan, manager logistik yang bertanggung jawab atas ketersediaan makanan dan terakhir manager keamanan yang bertugas sebagai polisi syariah dan mahkamah konstitusi kontrakan.
Konon katanya, GeJe berdiri sejak tahun 2008 atas inisiasi salah satu ikhwan senior yang merasa perlu menciptakan wadah permanen sebagai student center of da’wah agar penjagaan terhadap kader lebih kondusif dan senantiasa mendapat fresh energy setelah terkontaminasi kehidupan kampus. Tradisi mengontrak sebenarnya bukanlah hal baru di kalangan mahasiswa, apalagi aktivis dakwah, akan tetapi, GeJe  memiliki satu nilai plus, yakni sebagai leader incubator di universitas tersebut, sederhananya, masuk GeJe orang biasa, di dalam GeJe ditraining dan disiapkan jadi pemimpin, keluar dari GeJe jadi pemimpin umat. Dan alhamdulillah, setelah 2 tahun berjalan dan mengalami bongkar pasang personil, mahasiswa baru tersebut kian tumbuh dan berkembang menjadi leader di kampusnya masing – masing.
Berpenghunikan 11 orang ikhwan, penghuni GeJe kerap disapa dengan kesebelasan, dan setiap orang di dalamnya memiliki nomer punggung, seperti pemain sepak bola saja ya, : ). Di nomer punggung 1 ada akh Dien, mas’ul dan tetua di kontrakan tersebut yang masih setia bertahan menyusun skripsi di semester 10nya berhasil mencetak Indra sebagai presiden BEM FISIP, Aksay sebagai presiden BEM FIB, Wisnu sebagai presiden BEM FH, Amir sebagai ketua Dewan Mahasiswa, Bintang sebagai mas’ul LDK di universitasnya dan 5 penghuni lainnya, Yoga, Rendi, Rendra, Fatih, dan Rizal yang masih di semester awal mulai diproyeksikan untuk wajihahnya.
***
Ahad pagi di bulan Desember, saat hujan deras mengguyur Surabaya tak henti – hentinya. Saat itu memang hari ahad, namun bagi aktivis macam mereka  tak ada kata libur untuk beraktivitas. Pasca tahajud bareng, tilawah, kemudian subuh dan ma’tsurat bareng yang dilanjutkan agenda muroja’ah. Beberapa orang sudah berhamburan untuk mandi, bersih – bersih rumah, masak dan melakukan aktivitasnya masing – masing. Bintang yang kebetulan ada agenda saat itu sedang resah karena hujan di luar tak berhenti – berhenti.
“Akh say, ana pinjem payung po’o.”
“Ana gak punya payung bro, coba tanya Fatih tu yang biasanya pake. Antum mau kemana kok tumben, ganteng.”, jawabnya
“Ada dauroh, ana ngasih sambutan. Akh, ana boleh pinjem payungnya antum?”, kali ini ia menoleh ke arah Fatih.
“Afwan gan, kemarin ana juga pinjem, hehe.”
“Akh Amir?”
Amir hanya memandang lunak dan tersenyum, kemudian menggeleng.
“Ada yang punya payung?”
Ternyata tak ada satupun penghuni yang punya, tapi biasanya sering ada payung di rak depan. Selidik demi selidik, ternyata payung – payung tersebut hasil pinjaman dan sudah kembali ke pemiliknya.
 “Woalah. Nyilihan kabeh.”, ucap Bintang sambil lalu ke emperan rumah dan melihat intensitas curah hujan, ternyata hujan di luar cukup deras. Dia melihat jam tangan yang melilit pergelangan tangan kanannya, 1 jam lagi dauroh kader dimulai, gimana jika hujan gak reda, akankah dauroh kader dibatalkan, padahal pembicara sudah fix, peserta yang daftar juga sudah banyak. Tapi alam tidak bisa diajak kompromi, hujan deras mengguyur sejak semalam, dan bisa dipastikan kampus terendam banjir.
Dari ujung tempat jemuran terdengar suara Wisnu dan Dien berebut bak untuk mencuci. Ribut memang, namun tidak sampai terjadi pertumpahan darah. Rasanya sudah biasa pagi hari mendengar suara – suara gaduh, apalagi kalo’ hari aktif, biasanya setiap pagi penghuni GeJe rebutan kamar mandi, lempar – lemparan tanggung jawab bagian kebersihan meski sebenarnya sudah dibagi jadwal piketnya, dan terkadang rebutan cermin buat ngaca.
“Akan kutunggu setengah jam lagi, baru berangkat.”, Bintang meraih HPnya, kemudian mengirim pesan singkat ke teman-temannya sesama panitia bertanya berapa yang sudah stand by sambil terus berdo’a supaya hujan di luar mereda. Melihat kecemasan saudaranya, Aksay yang memang terkenal hebring dan paling rame di kontrakan memulai aksinya.
“Tenang bro, hujan ini nikmat Allah, pasti ada hikmah di balik ini. Sarapan dulu lho, biar berenergi. Ni ane masakin Egg Forest rain buat antum.”
“Egg Forest Rain?”
“Iya, telur dadar di musim hujan yang dibuat dengan penuh rasa cinta.”
“Hahaha, ada kreasi masakan baru lagi karya cheff Aksay.”, celetuk Yoga yang muncul dari kamar mandi sambil mengusap – usap rambutnya yang basah dengan handuk bergambar Winnie the Pooh.
Dengan sigap, Rendra yang paling doyan makan menyerobot telur tersebut dan langsung melahapnya.
“Uhuk-uhuk.”, dia tersedak dengan rasa merica bubuk yang memang sengaja ditaburkan Aksay karena sudah felling masakannya pasti diserobot Rendra.
“Hahahaha, enak bro?”
“Pedas, loe kebanyakan cabe ni.”
“Siapa yang make’ cabe, harganya masih mahal kalee, gak bisa bedain pedasnya cabe ma merica ya.”, ucap Aksay sembari menjawil dagu Rendra.

“Ihhh, jijay, gue masih normal.”

Seisi kontrakan terbahak melihat ulah Aksay yang kadang lebay itu. Kembali lagi ia ke dapur dan menyajikan seloyang masakan yang ia sebut Egg Forest Rain, rupanya hari ini dia sengaja bangun pagi dan masak – masak untuk saudara – saudaranya. Tak lama kemudian, magic jar yang berisi beras dan air lampunya berwarna hijau, menandakan nasi yang dimasak sudah matang. Sambil ngulek cabe hijau dan bawang putih di cowek batunya, dia menyeka keringat dan bergumam sendiri.

“Kali ini aku yang jadi koki, biar pasukan GeJe jadi tuan untuk hari ini. Masak memanglah menyenangkan.”

“Mas say, dalam rangka apa ini masak – masak kaya’ gini?”, tanya Rizal yang dari tadi fokus melihat tayangan berita tsunami Jepang.

“Lagi pengen aja, kemarin niatnya pagi ini mau riyadhoh keliling kampus, eh hujannya gak reda – reda, trus pas ke dapur ngliat telur – telur berjubelan di keranjang. Gak tega ngliat mereka berebut tempat, ana berniat baik mengkolaborasikannya dengan bumbu – bumbu di dapur, dan memindahkannya ke perut – perut kalian.”

Layaknya semut hitam yang menemukan bukit gula,10 tangan tiba – tiba memenuhi jejeran rak piring di dapur.

“Haduh, gak usah rebutan gitu dong, I know, that is so delicious, ngantri ya ngantri, sabar bang. Beginilah jika ngliat masakan ala chef Aksay, langsung rebutan.“

“Udah gan, makan – makan, kalo gak cepetan gak kebagian lho.” Mereka larut dalam kebersamaan dan keakraban. Dan perlahan mentari mulai keluar dari persembunyiannya menyaksikan indahnya kebersamaan dan ceria dalam satu ikatan ukhuwah Islamiyah.


*Persembahan untuk teman – temanku yang kini jadi “leader” di kampusnya masing - masing, terimakasih atas persahabatan ini. Semoga kita bias bersama menuntaskan traing pendewasaan diri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gajah Abrahah

Fitrah Based Education

Umar