Membangun Peradaban dari Rumah
Bismillah,
mencoba membaca dengan hati, tak sekedar melantunkan
barisan kata, NHW 3 kali ini membuat saya bernostalgia pada beberapa waktu
silam. Kebersamaan selama empat tahun ini terasa masih terlalu dini bagi kita
untuk menganggap bahwa kita telah lama menikah, atau sekedar berasumsi bahwa
kita adalah orangtua yang baik untuk
anak-anak kita, begitu banyak hal yang ternyata masih harus kita pelajari,
masih harus digali dan masih harus terus dilatih agar kita bersama tumbuh
menjadi keluarga yang penuh berkah,
cinta, kasih dan menjadi generasi juara.
Selama
empat tahun kebersamaan ini, kehidupan berkeluarga kami semakin berwarna.
Semakin banyak degradasi warna yang dihasilkan dengan adanya dua malaikat kecil
di rumah. Saya yang merasa sudah kenal
betul dengan suami juga ternyata tidak tepat, tak jarang masih ada
adu argument ataupun selisih
paham yang mewarnai kehidupan rumah tangga kami, tapi itulah wahana
pembelajaran yang semoga bisa menjadi
jembatan menuju ke arah lebih baik lagi dan membuat kami menjadi semakin
dewasa, amiin.
I am sorry dear, that I am
not a perfect person, but I have a reason to do the perfection, and the reason
is you, my sweety. Hope you like this love letter, specially for you, thanks
for being a great man for us.
Okey, kalo ada yang mau baca love letternya,silakan saja buka http://mei-yunlusi.blogspot.co.id/2016/11/love-letter_3.html :D
Cuma kalo respon suami saya bagaimana, belum terdeteksi karena suami saya bukan tipe orang romantis, gak langsung kasih respon trus juga suratnya dikirim via email jadi kurang tau responnya bagaimana, belum dibales, dan mungkin belum dibaca juga karena sebelumnya di wilayah Indonesia timur susah listrik, sekarang juga lagi di jakarta ikutan aksi, mungkin butuh waktu sampe nanti pulang baru ketahuan, :D
Selanjutnya, tahapan sebagai orangtua yang melihat potensi anaknya.
Sebagai orangtua, saya pribadi merasa aplikasi mendidik anak itu tak segampang teori yang
telah saya baca. Begitu banyak buku dan
artikel yang saya khatamkan, mulai dari zaman masih hamil sampai sekarang sudah
ada dua buah hati saya masih terus membaca dan membaca. Begitu
banyak pula workshop, seminar, pelatihan
menjadi orang tua hebat saya jabani, tapi ternyata saya masih belum bisa
menjadi bintang bersinar di panggung drama keluarga ibu dan anak ini. Saya
masih sering ngomel, marah pada anak-anak jika
ada ketidaksinkronan apa yang ideal menurut saya dengan apa fakta riil di
lapangan. How childish me, sorry. I am really really sorry kiddos.
Rasanya
dramatis, tragis, saya ingin mengembangkan neuron-neuron anak-anak saya tapi saya pun turut ambil bagian dalam
perusakan neuron tersebut dengan memarahinya, maafkan ummi ya anak-anak.
insyaAllah ummi akan segera berbenah, senantiasa belajar dan berubah menuju ke
arah yang baik bersama, membangun peradaban bersama kalian dan mengukir jejak
emas kisah kita, insyaAllah. Dan jujur, kesabaran ini hanya kita yang bisa
memproduksinya, mungkin kita bisa meniru dari kesabaran orang – orang dalam
mengasuh anak-anaknya, tapi sabar itu
tidak ada yang jual, hanya kita yang bisa memproduksinya atas izin Allah,
so ibu-ibu mari bersama kulakan sabar, eh salah, produksi kesabaran, Robbuna
yusahil, insyaAllah.
Percayalah
ibu-ibu, ada anak kecil di rumah itu bikin hidup jadi nano nano, manis asam asin
rasanya. Semoga saya termasuk ibu yang ikhlas dan cerita di atas hanyalah kisah
memorable, bukan keluhan, hehe, amiin.
Ketika melihat
senyum mereka, saya sadar betapa tulusnya hati anak-anak ini, yang walaupun
saya pernah (maaf jangan dijudge saya gak sayang anak ya, serius khilaf ini
mah) nyubit, njewer, marahin tapi anak-anak masih datang dengan
ketulusannya ke saya, umiiiiiii, glendotan minta maaf kalau bikin ummi marah,
bilang terimakasih karena sudah diingatkan, makasih sudah dimasakin, masakin
ummi enak deh, makasih ummi abang sudah
dibeliin mobil-mobilan, makasih ummi adek sudah dibuatin mainan, ahhhhhh
melting bukkkk, how cute they are.
Banyak
sekali curhatnya, padahal iintinya disuruh ngelist potensi anak-anak,
jadi gini, Allah menganugrahkan Muhammad Abdurrozaq yang alhamdulillah
punya kepekaan sosial dan empati yang tinggi jadi gampang trenyuh kalau
melihat orang lain menderita akibatnya dia jadi anak yang loyal, dia
termasuk anak yang mudah dalam menangkap ilmu baru, tak perlu waktu lama
untuk menghafal surat atau kosakata, dia punya kegemaran aktivitas
fisik seperti panjat tralis rumah mungkin ini bisa kami arahkan untuk
olah fisiknya dia, kami mncari tempat komunitas panjat tebing di Malang
bagi anak-anak cuma belum ketemu sampai sekarang, kalau ada info mungkin
bisa japri :) Rozaq juga senang main puzzle dan utak atik lego, kalo
berkutat dengan buku (misal disuruh belajar tracing atau mewarnai paling
gak betah) tapi kalo main puzzle sama lego bisa tahan berjam-jam,
sementara yang dapat kami lakukan adalah memfasilitasinya dengan mainan
tersebut. Kami ada PR untuk menumbuhkan keberanian pada mental anak kami
yang satu inni, karena dia laki-laki tapi pemalu, susah berbaur dengan
anak-anak lain dan nempel saja sama ibunya, semoga nanti ada masanya dia
menjadi sosok yang tangguh dan mandiri, amiin.
Berbeda
dengan kakaknya, Khadijah Azka adalah anak yang cenderung supel dan
gampang berbaur dengan orang lain, dia punya daya tarik sendiri sehingga
lebih bisa menjadi magnet bagi sekitarnya untuk brmain bersamanya,
mskipun model anaknya cuek dan usil (nah inilah yang sering ngisengin
kakaknya), dia cenderung audiotory jadi apa yang didengar bisa langsung
dia tirukan, tanpa melihat gerakan orang yang mengjakanya bicara (perlu
saya benerin juga attitudenya kalau ngomong sama orang), Azka senang
dengan aktivitas mewarnai, usianya belum genap dua tahun tapi dia seprti
sudah bertemu hobinya, dia bisa betah lama dan anteng dengan crayon dan
buku mewarnainya, imajinasinya juga unik, kalo mencoret tembok atau
buku dia sambil telling story. :)
Mohammad Abdurrozaq Fatian |
Khadijah Azka Estiningtias Fatian |
Ok,
sementara itu potensi yang nampak, insyaAllah akan terus bermunculan di
kemudian hari. Saya beruntung karena punya dua malaikat kecil yang
tidak semua orang punya. Kalau masih emosian juga sama anak, ada jurus
ampuh yaitu istigfar dan rasa syukur dengan kehadiran mereka, anak-anak yang
cerdas, sholeh, rajin membantu umminya, saling mengasihi satu sama lain,
nurut jika diinstruksi untuk pekerjaan tertentu, alhamdulillah sudah bisa mulai
mandiri , bahkan kalau kelihatan umminya lelah,
refleks mijetin tangan dan kaki sambil bilang ummi capek ya, abang pijetin ya,
kalau lihat abangnya pegang umminya trus dipuji,
adeknya gak trima trus ikutan juga, jadilah dua anak fastabiqul khoirot,
fabiayi ala I Robbikuma tukhadi ba , sungguh tak ada nikmatNya yang bisa kami
dustakan. Semoga anak-anak kami, Mohammad Aburrozaq dan Khadijah Azka bisa menjadi anak yang meneduhkan pandangan,
menyenangkan dan membanggakan siapa saja dan menjadi investasi kami nanti di
akhirat karena doa anak yang sholeh adalah amalan yang tak akan terputus
nantinya, amiin.
Cepat
bangkit dan brpikir bahwa Allah tidak akan mungkin membebani hambaNya diluar
batas kemampuannya, pasti kita bisa mengatasi ini semua, dan melanjutkannya.
Tak perlulah menunggu keajaiban dunia untuk bisa menjadi istri dan ibu yang
mampu mengasuh anak, yang kita perlukan adalah kemauan belajar dan berproses
menjadi pribadi, istri dan ibu yang baik. Become a professional woman. Seperti
kata pak Dodik di salah satu quote nya, bersungguh-sungguhlah di dalam maka kau
akan keluar dengan kesungguhan itu.
Next, tugas selanjutnya, mengaca pada diri sendiri dan menguak misteri misi hidup dariNya
Saya
merasa bahwa saya punya keahlian di bidang kreativitas, dengan
kerativitas ini saya mencoba membuatkan dan mengajak main anak-anak saya
setiap harinya. Dengan benda-benda di skitar kita bisa brinovasi dan
mengasah ketrampilan, lebih dari itu kecerian dan kebersamaan saat
membuat mainan itulah yang semakin mengakrabkan kita.
Saya
merasa bahwa saya juga termasuk orang yang telaten dalam mengerjakan
hal-hal detail dan menurut sebagian orang njlimet, misal senang dengan
aktivitas handmade jahit menjahit flanel, trus bikin jadwal harian anak,
dsb.
Selain
itu saya juga termasuk orang yang visioner, mampu membuat perencanaan
dan step by step menuju target yang kita (saya dan suami) susun, cuma
kurang konsistensi yang mendalam untuk menjalani plan tersebut karena
saya orangnya moody-an, jadi tergantung mood, kalau pas rajin ya rajin
kalo pas males ya males. Astagfirullah, harus dilawan keburukan yang
ini.
Ada beberapa potensi alamiah yang muncul karena saya dan suami sering istilahnya LDM-an karena suami dinas
keliling Indonesia, bisa jadi pergi 2-3 minggu pernah pula 1,5 bulan kita
berpisah lalu di rumah baru 2-3 hari sudah kerja lagi, tapi di sinilah kita
semakin menyadari arti pentingnya keberadaan kita masing-masing, kerinduan yang
tertunda justru menjadi penghangat cinta kami, ketika suami ada di rumah jadi
lebih maksimal dan total dalam melayaninya, gak mau dong cuma di rumah sekejap
doang trus mbekasin yang gak enak hati.
Bekerja
di bidang konsultan, kontraktor tentu saja membuat saya was-was, apalagi godaan
di luar sana begitu banyak, kami tak saling tahu apa yang terjadi, yang kami
lakukan adalah saling percaya dan pasrah sama yang di atas, Allah. Anak-anak?
Kami punya cara tersendiri dalam mengatasi masalah ini, sekarang zaman digital,
yang jauh bisa dekat (pun sebaliknya), kami menyiasatinya dengan video call,
setiap hari, di jam-jam tertentu atau bahkan ketika anak butuh abinya dengan
segera saya akan menghubungkan, anak – anak pun diberi pemahaman bahwa abinya
tidak ada di rumah karena kerja, laki-laki diperintah Allah untuk menafkahi
keluarganya, insyaAllah mereka paham.
Alhamdulillah
juga, saya merasa Allah memudahkan saya (mungkin karena tuntutan profesi, hehe)
mengasuh dua balita tanpa ART tanpa saudara di tanah rantau, harus ngerjain
semuanya sendiri, mulai dari pekerjaan domestic sampai angkat gallon, gas,
belanja bulanan,benerin listrik, keran bocor, cabut rumput, jadi ojek (tapi
seringnya naik ojek skarang karena tidak ada kendaraan di rumah saat ini), jadi
perawat, dokter, pendidik, pengasuh anak dan berbagai peran kerumahtanggaan
lainnya. Allah sudah mengaturnya dan memberi saya kelebihan ini, Alhamdulillah.
Mungkin kalau saya dulu lahir dan besar dengan kemanjaan tak akan mampu punya
suami yang berprofesi sebagai konsultan seperti sekarang ya, hehe.
Nah lalu, apa misi dariNya untuk diri saya yang seperti di atas ini?
Ehm ehm ehm, mikir, bismillah mungkin misi dariNya adalah seorang Mei
Yunlusi Irawati harus mampu menjadi pribadi yang kuat, mandiri, istri
yang perkasa dan sayang suami, dan ibu yang mampu memanage keluarga dan
dirinya, wallahualam.
Last question, tentang lingkungan, saya kasih intro dulu yaa..
Sebelum
tinggal di Malang, 3 tahunan saya berada di Manado, kota seribu gereja dengan
kehidupan yang keras dan maaf jauh dari kata religious agama saya (Islami), setiap hari
ada saja info pemuda berantem, yang parahnya saat itu suami sedang di luar
pulau, jam 10 malam ada mobil polisi berhenti pas di depan rumah saya, sebagai
seorang wanita wajarlah saya takut panic dan perasaan campur aduk lainnya,
ternyata para polisi itu numpang parkir karena mau nggrebek pemuda yang
berkelahi di lokasi dekat rumah, saya malah gak bisa tidur, sekitar jam 11
terdengar teriakan di depan rumah, ternyata suara para pemuda yang diamankan
polisi tadi lengkap dengan samurainya. Tak hanya itu, dua kali ada kasus
pembunuhan di lokasi sekitar rumah saya di Manado dulu, hanya berjarak satu
gang satu orang dibunuh pria tak dikenal sepulang sholat subuh di masjid jarak
beberapa hari ditemukan mayat tak
dikenal di rumah kosong yang jaraknya pun tak jauh dari rumah, jalan
kaki
paling hanya 3 menit. Belum lagi lokasi rumah saya yang berada di
pertigaan
jalan sering dijadikan tempat nongkrong para pemuda untuk (maaf) minum
miras. Memang
tetangga sekitar di sana baik-baik, tapi jujur kondisi demikian membuat
saya
takut ketika ditinggal suami, hingga akhirnya akhir bulan april 2016
kemarin,
suami yang merasa tak tenang jika harus meninggalkan anak dan istrinya
jika
ditinggal kerja ke luar kota dan karena suami pindah kantor ke malang
makanya
kami pun diungsikan ke malang, yah meski suami juga masih sering keluar
daerah
saat proyekan, hehe. Di sini saya merasa bahwa keberadaan suami saya
begitu
penting, minimal ketika ada suami hati jadi tenang. Belum lagi pergaulan
anak-anaknya yang maaf lagi lagi maaf menurut saya anak SD di sana
terlalu dewasa, baru kelas satu ngomongnya tentang bahugel (selingkuh),
pelukan sama pacaran, oh my God jaman saya dulu SD umur segitu masih
mainan bongkar pasang kertas, ditambah lagi adanya fasilitas gadget yang
dampaknya luar biasa bagi anak-anak, saya harus mempersiapkan diri
membentengi dan memberi ilmu pada anak-anak saya dan keluarga saya agar
mampu bertahan melawan negatif impact dari keberadaan teknologi
tersebut.
Dan sebaik-baik penjagaan,
penjagaan Allah lah yang paling kami andalkan.
Banyakin berdoa dan berusaha menjadi pribadi yang membawa pengaruh
positif. Alhamdulillah
di sini, kami mendapat lingkungan yang kondusif, ada banyak tempat
kajian yang memudahkan
kami untuk menambah ilmu. Meskipun belum memiliki peran strategis dalam
masyarakat tapi Allah telah memberikan kami lingkungan yang baik untuk
mengawali kehidupan yang semoga lebih baik lagi, insyaAllah, amiin.
Semoga ke depan kami bisa lebih banyak memberi kemanfaatan karena
hakikatnya kebaikan itu saling memberi bukan meminta. amiin.
Komentar
Posting Komentar